selamat datang

Karena Semua Hal Perlu Dikomunikasikan :))

Selasa, 24 September 2013

Peran Keluarga dalam Pembentukan Orientasi Seksual



Kepribadian dan sifat-sifat anak terungkap dalam mekanisme hidup dalam keluarga. Karena keluarga merupakan faktor penentu, maka komunikasi keluarga yang efektif tidak hanya menyangkut berapa kali komunikasi dilakukan, melainkan bagaimana komunikasi itu dilakukan. Faktor internal atau keluarga memiliki peran yang penting terhadap pembentukan orientasi seksual pada anak. Hal ini karena keluarga merupakan orang-orang yang memiliki keterikatan emosi dan keterikatan darah serta hubungan yang paling dekat. Jika anak mengenal seksualitas bukan dari orang terdekat (keluarga/orang tua) maka besar kemungkinan orientasi seksual yang terbentuk akan kurang sempurna atau bahkan terjadi disorientasi seksual pada anak.
Keluarga menjadi institusi yang berperan penting untuk menghasilkan individu yang kompeten dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, keluarga juga merupakan bagian dari masyarakat luas dan berinteraksi dengan lingkungan sosial lain. Akibatnya, kondisi keluarga banyak dipengaruhi pula oleh kondisi lingkungan luar. Pengaruh lingkungan masyarakat bagi keluarga juga bisa melalui media, seperti halnya televisi, internet, hingga media cetak. Pengaruh televisi, internet, terhadap perilaku suksual sangatlah intens. Kondisi eksternal tersebut akan memberikan pengaruh yang tidak langsung terhadap lingkungan keluarga melalui sikap orang tua, pola asuh, atau kondisi ekonomi keluarga. Dalam hal ini, stabilitas kondisi keluarga sangat dibutuhkan untuk mengembangkan penyesuaian diri yang baik. Dengan demikian, dalam keluargalah ditanamkan dasar-dasar nilai dan norma pada anak sebelum anak melangkah ke lingkungan sosial yang lebih luas.
Peran orang tua sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, tak terkecuali dalam hal orientasi seksual. Orientasi seksual dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud faktor internal di sini adalah keluarga, khususnya orang tua. Kondisi dan situasi dalam rumah cenderung mempengaruhi psikis pada anak. Jika anak sudah tidak bisa lagi merasakan kenyamanan dalam rumah, maka anak akan mencari lingkungan yang dapat membuatnya nyaman, akhirnya anak lebih suka berbagi cerita dan bergaul di luar rumah tanpa pengawasan orang tua. Misalnya saja setiap hari anak melihat pertengkaran orang tua di dalam rumah, melihat kejadian-kejadian buruk yang menimpa ibunya karena kekerasan dalam rumah tangga. Hal tersebut dapat mengakibatkan anak trauma dan mencari orang luar yang dapat membuatnya nyaman, tak peduli sesama jenis kelamin atau bukan. Mungkin  dengan demikian anak bisa merasa aman dan nyaman. Namun resiko dibalik itu adalah yang pada awalnya hanya merasa nyaman lalu tumbuh menjadi rasa ketertarikan, bahkan cinta. Akhirnya pada usia remaja anak bisa mengalami disorientasi seksual. Selain itu, intensitas dan kualitas komunikasi yang kurang dalam keluarga juga dapat berdampak buruk bagi perkembangan anak.

“Orang tua yang gagal memberi rasa sayang dan cinta kasih serta perhatian kepada anaknya, akan menimbulkan kegusaran, kebencian, pemarah, rasa tidak aman dan menciptakan suasana yang membuat anak tidak kerasan tinggal di rumahnya” (Komala,2005:19)

Realitas yang sering terjadi belakangan ini adalah semakin banyak pihak yang mulai meragukan akan pentingnya peran keluarga. Karena kesibukannya, orang tua jarang mempunyai cukup waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Mereka mempercayakan pendidikan dan pembinaan anak-anaknya pada institusi lain yang mulai menjamur di masyarakat belakangan ini. Fungsi pendidikan, keagamaan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya yang sebenarnya adalah tanggung jawab keluarga diambil alih oleh berbagai institusi di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar